Pendidikan Kepemimpinan di Pesantren

Konsep Kepemimpinan:
Kepemimpinan dalam bahasa berasal dari kata “qadā” (memimpin) dan “qadā” (memimpin tentara) dan sejenisnya: memimpin dan mengatur urusannya. Dia membawa penjahat ke penjara: dia membawanya pergi. Dia menuntun kudanya: dia berjalan di depannya, memegang kendali. (Al-Ma’ani, 2025) Kepemimpinan: Kemampuan untuk menangani sifat manusia atau memengaruhi perilaku manusia untuk mengarahkan sekelompok orang menuju tujuan bersama dengan cara yang memastikan kepatuhan, kepercayaan, rasa hormat, dan kerja sama mereka (Al-Ma’ani, 2025).
Dari sudut pandang teknis, ada banyak definisi kepemimpinan yang ditetapkan oleh para ahli berdasarkan pengalaman mereka, baik dari sudut pandang politik, sosial, atau psikologis, atau melalui pengalaman pribadi pemimpin. Kepemimpinan ditentukan oleh situasi khusus yang diamati. Siapa yang menjadi pemimpin kelompok tertentu, terlibat dalam aktivitas tertentu, dan karakteristik kepemimpinan yang berperan dalam situasi tertentu merupakan fungsi dari situasi spesifik tersebut…. Faktor yang paling umum tampaknya adalah bahwa para pemimpin dalam bidang khusus cenderung memiliki kemampuan, kompetensi, atau pengetahuan teknis di atas rata-rata di bidangnya. (Adair, 1994)
Beberapa dari mereka melihat kepemimpinan sebagai “proses pengaruh sosial yang dilakukan oleh pemimpin untuk memotivasi bakat dan usaha para pengikutnya dalam rangka menyelesaikan tugas tertentu.” Seperti Knippenberg dan Hogg. Koontz dan O’Donnell juga berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni memengaruhi orang secara praktis sehingga mereka secara sukarela mengerahkan seluruh upaya mereka untuk mencapai tujuan bersama, sebagaimana yang disampaikan Faten Pasha dalam bukunya, “Administrative Leaders’ Attitudes Towards Social Responsibility of Organizations” (Pasha, 2017). Ada beberapa definisi seperti Jacobs dan Jack: “Kepemimpinan adalah cara yang didasarkan pada pemberian tujuan dan arahan yang bermakna bagi upaya, dan menyebabkan upaya yang diinginkan dilakukan untuk mencapai tujuan.” Rauch dan Behling mendefinisikannya sebagai: “Proses memengaruhi aktivitas tim yang terorganisasi sehingga mereka mencapai tujuan.” (Konsep kepribadian kepemimpinan dalam psikologi, 2025)
Melalui berbagai definisi, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, dan merancang kegiatan anggota dan pengikut dalam suatu organisasi atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Untuk meraih kemampuan tersebut, tentunya Anda perlu memiliki berbagai keterampilan, seperti kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pengaruh yang luas, serta memiliki sikap simpatik, kejujuran dan keberanian dalam mengambil keputusan, bertanggung jawab serta kemampuan untuk tampil di hadapan orang lain. yang lain untuk menjadi panutan bagi pengikutnya.
Menegaskan Pesantren sebagai Sekolah Kepemimpinan:
Berbeda dengan sekolah-sekolah kepemimpinan yang telah disebutkan di atas yang pada umumnya dan terkenal diselenggarakan di perguruan tinggi serta memberikan kursus-kursus pelatihan dan pembinaan guru-guru serta staf dalam suatu lembaga, pesantren menggabungkan kursus-kursus tersebut. Dalam artian bahwa pendidikan kepemimpinan di pesantren merupakan bagian dari proses pendidikan, sehingga pendidikan kepemimpinan dan pendidikan akademik menjadi satu kesatuan dalam sistem persekolahan yang wajib diikuti oleh setiap peserta didik.
Dalam topik “Penerapan Keterampilan Berpikir Tinggi pada Pesantren Modern di Indonesia” penulis sapaikan bahwa pesantren meliputi: kurikulum, meliputi penilaian lisan dan tertulis. Kurikulum umum meliputi pengembangan pembelajaran, kursus linguistik, praktik ibadah, praktik mengajar, kepemimpinan khotbah dan doa. Kemudian ada kurikulum non-kurikuler seperti organisasi, linguistik, ibadah, kerajinan, dan pendidikan jasmani. Yang terakhir adalah jadwal kegiatan untuk tahun ajaran harian, mingguan, tengah tahun dan tahunan. (Tawfiq, Aplikasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi di Pesantren Modern di Indonesia, 2023).
Budaya yang diciptakan pesantren untuk mencapai lingkungan kepemimpinan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Melalui Budaya Pesantren:
Yang dimaksud dengan budaya pesantren adalah seperangkat nilai, norma, tradisi, dan perilaku yang dipraktikkan oleh semua anggota komunitas sekolah. Budaya sekolah dapat memengaruhi semua aspek pendidikan, termasuk proses belajar mengajar. Untuk memahami budaya pesantren, kita awali dengan mengetahui misi Pesantren.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memadukan aspek akademik dan keagamaan, serta berupaya mencetak generasi yang mampu mengemban tanggung jawab masyarakat dan menghadirkan model Islam yang terpadu. Dalam konteks ini, kami meninjau misi sekolah-sekolah ini dalam mempersiapkan pemimpin.
Misi pondok pesantren dalam menyiapkan pemimpin adalah:
- Pendidikan berbasis nilai: Pesantren berupaya menanamkan nilai-nilai Islam yang hakiki dalam jiwa peserta didik, seperti keimanan, ketakwaan, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab, yang menjadi landasan kokoh dalam pembentukan karakter pemimpin.
- Pembelajaran terpadu: Sekolah-sekolah ini menggabungkan ilmu-ilmu agama dan sekuler, memberikan siswa pengetahuan komprehensif yang memungkinkan mereka memahami dunia di sekitar mereka dan membuat keputusan yang tepat.
- Pelatihan praktis: Sekolah ini memberikan siswa kesempatan untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari secara praktis, melalui partisipasi dalam berbagai kegiatan, seperti debat, kompetisi, dan kerja sukarela, yang meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka.
- Pembentukan karakter: Sekolah ini berusaha membangun kepribadian yang seimbang dan terpadu bagi siswa, dengan berfokus pada aspek spiritual, mental, fisik dan sosial, yang membuatnya mampu menghadapi tantangan hidup.
- Pengembangan kepemimpinan: Sekolah-sekolah ini menyediakan lingkungan yang merangsang bagi siswa, mendukung pertumbuhan kemampuan kepemimpinan mereka, dengan memberi mereka kesempatan untuk memikul tanggung jawab, membuat keputusan, dan memecahkan masalah.
Dalam Praktiknya pembentukan budaya tersebut tergambar dalam hal-hal sebagai berikut:
- Dimulai dengan aturan berpakaian, siswa disarankan untuk mengenakan pakaian formal atau semi formal. Mereka terbiasa memilih pakaian yang sesuai dengan tempat, situasi dan keadaan, pakaian untuk acara resmi, pakaian untuk kegiatan olahraga, pakaian untuk beribadah, dan situasi lainnya. Pada dasarnya, pakaian benar-benar dapat memengaruhi sikap dan perilaku. Dalam terminologi komunikasi, ada aturan bahwa pakaian adalah sarana komunikasi. Melalui pakaian, seseorang mengekspresikan identitasnya. Menurut Bernard, “Banyak pembaca lain mungkin merasakan hal yang sama tentang konsep komunikasi. Akan ada orang-orang yang merasa bahwa hubungan antara mode, komunikasi, dan budaya sangat jelas. Mereka mungkin mengatakan bahwa setiap anak berusia sepuluh tahun dapat memberi tahu Anda apa itu mode, komunikasi adalah tentang pengiriman pesan, budaya yang berbeda mengenakan pakaian yang berbeda, dan jika Anda mengenakan warna-warna cerah, itu berarti Anda ceria. Ini mungkin reaksi sehari-hari atau reaksi yang masuk akal terhadap beberapa masalah utama dalam bab ini.” (Barnard, 2013)
- Percaya diri, rasa percaya diri, membangun dan mengembangkan rasa percaya diri siswa, karena berbagai kiat dari guru, slogan, brosur, dan tugas sengaja dirancang untuk membangun rasa percaya diri. Saat siswa diminta untuk berbicara dalam suatu rapat, menjadi pembawa acara pada acara resmi, atau memimpin klub olahraga dan seni serta kegiatan lainnya, kepercayaan diri mereka akan terbangun. Dalam hal ini, setiap siswa akan mendapat gilirannya sesuai dengan tingkatannya di kelas.
- Cinta ilmu dan tekun belajar. Cinta ilmu ditanamkan kepada siswa agar mereka belajar dengan sungguh-sungguh. Hal ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh seorang pelajar, dimulai dari memperbaiki niatnya, karena menuntut ilmu merupakan urusan agama, maka hendaknya niat menuntut ilmu haruslah sesuai dengan ajaran agama dan sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Pesan ini senantiasa disampaikan oleh Al-Kayahi di setiap awal tahun ajaran. (Zarkasyi I, 1980)
- Mengenai bahasa internasional, pesantren mengajarkan dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris, berdasarkan asas bahwa kedua bahasa tersebut merupakan kunci untuk membuka ilmu pengetahuan sekaligus sebagai alat komunikasi. Misalnya, bahasa Arab untuk membaca kitab-kitab agama Islam, Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw. Bahasa Inggris untuk membaca berbagai jenis ilmu yang tersebar dalam kitab-kitab. Dengan demikian, para santri dipersiapkan untuk tampil di kancah internasional. (Tawfiq, Konsep Ratu Ibnu Khaldun dan Penerapannya dalam Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Arab bagi Penutur Asing: Sebuah Studi Deskriptif dalam Pengajaran Bahasa Arab di Pesantren Modern Indonesia, 2024)
- Keterampilan berkomunikasi, merupakan kebutuhan dasar bagi seorang pemimpin, maka keterampilan berkomunikasi dikembangkan dengan cara ini melalui kegiatan latihan berbicara, dimana para siswa berlatih menyampaikan pidato dalam tiga bahasa, yaitu Indonesia, Arab dan Inggris, sejalan dengan pemajuan bahasa global. Dalam melaksanakan proyek ini, mereka menyiapkan teks pidato, lalu mempresentasikannya di hadapan teman-temannya. Setahun sekali, dengan dukungan lomba pidato trilingual, teks pidato dikoreksi oleh pengawas tugas. Semuanya dilakukan oleh siswa di bawah pengawasan guru.
- Praktik kepemimpinan. Pelatihan kepemimpinan dilakukan dengan dua cara: yang pertama melalui pelatihan kepemimpinan yang dilaksanakan satu tahun sekali, dan yang kedua melalui praktik langsung sebagai pengurus di suatu organisasi kemahasiswaan. Di sini para santri dilatih bagaimana mengelola segala aspek kehidupan di pesantren. Mereka mengatur kehidupan siswa, kegiatan belajar mengajar tambahan di sore hari, mengawasi praktik berbicara dan kegiatan keterampilan kerja, menjaga toko di pondok pesantren, menyediakan makanan untuk semua siswa, dan menjaga kebersihan sekolah. kampus dll. Semuanya dilakukan secara bergiliran dengan masa kepengurusan satu tahun. (Zarkasyi A., 2011). Selain itu, pelatihan kepemimpinan juga diberikan melalui Pendidikan Pramuka. Dalam Pramuka, siswa tidak hanya dipersiapkan menjadi anggota Gerakan Pramuka, namun lulusannya juga dipersiapkan menjadi pembina Pramuka. Untuk alasan ini, kursus pelatih tingkat lanjut pada tingkat dasar diadakan setiap tahun.
- Berlatih menjadi anggota organisasi. Selain berlatih kepemimpinan, siswa juga terbiasa menjadi anggota organisasi yang baik. Mereka belajar bagaimana menjadi anggota masyarakat yang baik, memahami dan berpikir positif, memeriksa berbagai aturan dan standar organisasi, dan memahami alasan setiap standar diterapkan.
- Hubungan Internasional, Hubungan Internasional, Mengetahui hubungan internasional sangat penting bagi para santri, oleh karena itu berbagai seminar internasional diselenggarakan di pondok pesantren, baik secara langsung dengan menghadirkan para pakar dan tokoh di berbagai bidang, maupun secara tidak langsung melalui jaringan daring. Termasuk kunjungan tamu dari berbagai negara, dan implementasi nota kesepahaman dengan lembaga internasional. Melalui kegiatan ini, dua manfaat tercapai: pertama, menyediakan penutur asli bahasa Arab dan Inggris, dan kedua, membangun perspektif internasional.
- Memberikan motivasi kepada warga organisasi. Bentuk pemberian motivasi kepada santri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui ceramah umum yang disampaikan oleh Kiai dan pakar motivasi, melalui pemberian tugas kepada pengurus organisasi untuk memotivasi santri, dan melalui berbagai kegiatan. Terkait dengan motivasi bagi para pengelola organisasi yang juga merupakan mahasiswa, ada dua manfaat yang bisa diperoleh secara bersamaan, pertama, kegiatan motivasi mahasiswa, dan kedua, pelatihan motivasi bagi para pengelola organisasi.
- Musyawarah: Tradisi musyawarah di lingkungan pesantren sangat diperhatikan, tradisi dan praktik musyawarah tersebut dilakukan di berbagai kalangan dan tingkatan mulai dari yang paling bawah seperti asrama, organisasi asrama, organisasi kelas setingkat, organisasi santri, dan organisasi kepanduan. Siswa belajar cara mengatur diskusi dan unit organisasi, cara menjadi pemimpin, cara menjadi penyelenggara rapat, dan cara mengekspresikan ide dan suara mereka dalam rapat.
- Membangun wibawa dan gengsi pada siswa. Wibawa adalah sifat yang menunjukkan kemampuan untuk memengaruhi orang lain melalui sikap dan perilaku yang penuh pesona dan kepemimpinan. Untuk mempersiapkan pemimpin, siswa harus memiliki kewenangan, yang merupakan prasyarat kepemimpinan. Kekuatan ini tidak dapat diperoleh secara langsung, tetapi merupakan hasil pembentukan karakter, pengetahuan, dan berbagai keterampilan. Oleh karena itu, di pesantren, para santri dituntun untuk senantiasa menjaga kewibawaannya dengan menaati segala ketentuan dan tata tertib yang telah ditetapkan, yang berujung pada lahirnya amanah sebagai modal dalam kepemimpinan.
- Kebiasaan disiplin: Sikap disiplin dikembangkan di pesantren melalui kedisiplinan dalam kegiatan belajar mengajar, dalam melaksanakan kegiatan, dan dalam berbagai pertemuan formal maupun informal. Etika berperilaku santun dalam berbagai situasi juga diajarkan. Ceramah umum tentang adab ini diberikan secara khusus melalui ceramah umum setiap semester, terutama menjelang libur sekolah, yang disampaikan oleh pimpinan pondok pesantren.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan di pesantren secara keseluruhan adalah pendidikan kepemimpinan. Kurikulum komprehensif dianggap sebagai model yang patut ditiru dalam bidang pendidikan Islam, karena menggabungkan warisan otentik dengan kebutuhan modern, dan berkontribusi pada pembentukan generasi yang mampu memikul tanggung jawab dan membangun masyarakat yang lebih baik.
Selain itu, informasi sebelumnya menunjukkan tujuan pendidikan kepemimpinan di pesantren sebagai berikut:
- Membentuk pemimpin yang baik yang berkontribusi dalam membangun masyarakat Islam yang maju.
- Mengembangkan kesadaran tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan bangsa.
- Meningkatkan rasa percaya diri: di kalangan siswa agar mereka mampu mencapai tujuannya.
- Merangsang semangat inisiatif dan inovasi untuk mengembangkan solusi inovatif terhadap suatu permasalahan.
Pilar Pendidikan Kepemimpinan:
Adapun pilar-pilar pendidikan kepemimpinan di pesantren dapat diringkas sebagai berikut:
- Pendidikan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Hakikat pendidikan kepemimpinan tergambar dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang darinya para pemimpin yang saleh mengambil pendekatan dan perilakunya.
- Integrasi ilmu pengetahuan Islam dan sains: Pesantren berupaya mewujudkan keseimbangan antara ilmu pengetahuan Islam dan ilmu pengetahuan modern, untuk meluluskan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman.
- Mengembangkan keterampilan pribadi: Fokusnya adalah mengembangkan serangkaian keterampilan pribadi seperti: Keterampilan berkomunikasi: berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Keterampilan berpikir kritis: menganalisis masalah dan membuat keputusan yang tepat. Keterampilan memecahkan masalah: untuk menghadapi tantangan dan menemukan solusi inovatif. Keterampilan kerja sama tim: bekerja secara efektif dalam sebuah tim. Keterampilan kepemimpinan: untuk mengarahkan dan memotivasi orang lain. Menanamkan nilai-nilai Islam: Nilai-nilai Islam yang hakiki ditanamkan dalam jiwa peserta didik, seperti kejujuran, kebenaran, keadilan, dan tanggung jawab.
- Aplikasi praktis: Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diterapkan dalam kehidupan praktis melalui kegiatan ekstrakurikuler dan proyek.
- Keteladanan Kepemimpinan: Kiai dan guru di sekolah-sekolah ini menjadi panutan bagi siswa, karena mereka menerapkan nilai dan prinsip yang mereka ajarkan.
- Menanamkan kecintaan untuk bekerja bakti: untuk melayani masyarakat.
Peantren Adalah Sekolah Kepemimpinan:
Dengan semakin banyak program terkait pendidikan kepemimpinan, maka semakin besar pula peluang untuk mencetak pemimpin. Semakin banyak pesantren yang melaksanakan program kepemimpinan, maka semakin tepat pula pesantren dipandang sebagai sekolah kepemimpinan. Dibuktikan lagi dengan meningkatnya jumlah lulusan pesantren yang berperan sebagai pemimpin di berbagai level masyarakat menunjukkan bahwa pesantren adalah sekolah kepemimpinan.